Teuku Saladin, Perwira Polisi yang Menjadi Negosiator dengan Kelompok Bersenjata di Aceh (1)
Published on: 8:54:00 PM
Views:
KOMISARIS Besar Polisi (Kombespol) Teuku Saladin SH
terlihat tengah berbincang melalui HP dengan seseorang. Meski masalah yang
dibahas terdengar serius, Kabid Humas Polda Aceh itu berusaha tetap santai.
Kesan itu juga terlihat dengan pakaian yang digunakan perwira menengah polisi
itu, yaitu kaos oblong berwarna merah maron dipadu celana jeans hitam.
“Coba upayakan Raja Rimba dan anak buahnya turun
(gunung/menyerah). Kita akan perlakukan mereka dengan baik. Pemerintah sudah
beritikad baik,” kata Saladin kepada orang di seberang. Tak jelas apa jawaban
dari seberang, lalu Saladin kembali berujar, ”Saya gak mau melakukan kontak
dengan beliau (Raja Rimba, red) sebelum A1,” kata Saladin lagi.
Tak lama setelah itu pembicaraan lewat ponsel itu
berhenti. “Itu tadi Si Kleung. Anak buah Raja Rimba yang sudah menyerahkan
diri. Saya minta bantuannya untuk
melakukan pendekatan dengan Raja Rimba agar juga mau menyerahkan diri. Kalau
tidak, kita (polisi, red) akan terus memburu mereka,” kata Saladin.
Perbincangan ini terjadi di sebuah cafe di Sarinah,
Jakarta Pusat, kemarin (27/1/2016). Sarinah mengingatkan Saladin tentang peristiwa teror
berdarah yang menewaskan 8 orang dan dua puluhan orang luka-luka, yang terjadi
14 Januari lalu. “Sehari sebelum kejadian itu saya juga lagi ngobrol disini,”
kata Saladin sambil melihat pos polisi yang jadi sasaran bom.
Saladin kemudian kembali ke topik. Setelah berhasil
menaklukkan Si Kleung, kini dia memang tengah mengupayakan Raja Rimba dan 2
anggotanya yang belum menyerah mau turun gunung. Raja Rimba dkk masuk daftar
pencarian orang (DPO) Polda Aceh karena telah melakukan serangkaian aksi
kriminal bersenjata, mulai dari penculikan, pemerasan dan pembakaran truk.
“Ada tiga kasus yang dilaporkan melibatkan kelompok
ini,” kata Alumnus Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (Untag), Semarang itu.
Sebenarnya, pekan kedua Oktober 2015 lalu, Raja
Rimba alias Bahrum pernah ingin menyerah. Ketika itu Saladin sempat berada
sepekan di Aceh Timur melakukan negosiasi dengan kelompok bersenjata tersebut.
Negosiasi melibatkan LSM dan tokoh desa setempat. Raja Rimba dan dua anggotanya
bersedia menyerahkan diri berikut dua pucuk senjata (satu laras panjang, satu
laras pendek).
Tapi, negosiasi yang berlangsung alot itu pun
akhirnya deadlock. Rencana penyerahan
diri batal. “Salah satu syarat yang diajukan tak bisa kita terima. Yaitu, agar
dia (Raja Rimba) tidak diproses secara hukum. Ia belum siap berada di balik
jeruji besi. Itu kan tidak mungkin,” kata mantan Kapolres Kabupaten Bireuen
itu. Raja Rimba dengan anak buahnya pun kembali ke gunung.
Tapi, rencana Raja Rimba yang ingin turun gunung
sudah tersebar luas dan sampai ke telinga Si Kleung. Lewat kontak-kontak LSM
dan seorang tokoh sebuah desa di Aceh Timur, anak muda berusia 30 tahun itu
akhirnya memutuskan untuk menyerahkan diri. Saladin pun kembali dihubungi dan
dipercaya sebagai utusan kepolisian dalam negosiasi tersebut.
Saat itu, Saladin kebetulan sedang ada urusan dinas
di Jakarta. Sebab itu, dia mengusulkan agar penjemputan dilakukan oleh staf
Polda Aceh lainnya. Namun, usulan itu ditolak oleh Si Kleung. Saladin lalu
mengusulkan menyerah ke Polres Aceh Timur, tapi tetap ditolak. Lalu, Saladin
mengatakan penyerahan diri ditunda dan dilakukan setelah dirinya kembali ke
Aceh.
“Sebenarnya dia (Si Kleung) sudah mau menyerah dua
minggu sebelumnya,” kata polisi yang mengawali karirnya di Polda Jawa Tengah
itu.
Sehari setiba di Aceh, Jumat (15/1) petang, Saladin
bersama seorang staf Humas Polda Aceh bergerak ke Aceh Timur. Perjalanan darat
menghabiskan waktu semalaman. Esok paginya, Sabtu (16/1) sekitar pukul 09.00
WIB, mobil yang dikendarai Saladin dan seorang anak buahnya tiba di Desa
Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur.
Lokasi desa itu jauh di pedalalaman. Jarak dari
jalan provinsi sekitar 40 km. Saladin dan seorang anak buahnya datang hanya
berbekal senjata laras pendek. “Saya tak takut. Kami bertemu di rumah seorang
tokoh desa setempat,” kata Saladin. Selain Si Kleung, di rumah itu ada sejumlah
tokoh warga dan aktivis LSM
Setelah itu, Saladin dan rombongan bergerak ke rumah
orangtua Si Kleung. Mereka akan mengambil barang bukti sebuah granat nanas yang
disimpan di sebuah lesung dekat rumah sekaligus pamit dengan orang tua Si
Kleung. Lantaran granatnya sudah berkarat Saladin meminta bantuan Tim Penjinak
Bom (Jibom) Polres Aceh Timur. 7 anggota Jibom lalu mendatangi lokasi dan
mengamankan barang bukti.
“Orangtua Si Kleung menangis sambil memeluk-meluk
saya. Beliau menitipkan anaknya kepada saya dan minta diperlakukan dengan
baik,” ujar Saladin yang juga ikut terharu.
Setelah prosesi penyerahan diri selesai, sorenya,
Saladin membawa Kleung ke Banda Aceh, tujuan Mapolda Aceh. Ikut bersama
rombongan adalah abang ipar Si Kleung, kakak kandungnya, anggota LSM dan
Keuchik (Kepala Desa) Beurandang M Ali. Namun, setiba di Bireuen, pukul 20.00
WIB, Saladin singgah di rumah keluarganya di Desa Pulo Kiton. Mereka makan
malam bersama. Saat itu, keluarganya yang curiga sempat bertanya siapa yang
dibawanya tersebut. Saladin hanya menjawab kalau mereka itu temannya.
Usai makan malam, pukul 21.00 WIB, mereka bergerak
lagi. Setiba di Banda Aceh sudah tengah malam, sekitar pukul 24.00 WIB. Saladin
membawa Kleung dan rombongan menginap di rumah dinasnya.
Esok paginya, saat sarapan bersama sejumlah awak
media, sang istri Linda Rismauli Manalu sempat bertanya siapa Kleung. Saladin
menjawab kalau pria yang bersama itu adalah seorang wartawan di Aceh Timur.
“Media apa,” tanya sang istri lagi. “Boh Itek.com,” jawab Saladin sambil
menahan tawa. Itu sebuah jawaban yang lucu dan kata-kata itu sering digunakan
sebagai lelucon. Boh Itek dalam bahasa Aceh berarti Telur Bebek. Tapi, lantaran
sang istri tak paham bahasa Aceh, jadi cuma bisa manggut-manggut.
Usai sarapan Saladin membawa Kleung ke Mapolda Aceh.
Sebelum jumpa pers, Saladin mempertemukannya dengan Kapolda Aceh Irjen Pol
Husein Hamidi. Sebelum dibawa kembali ke Polres Aceh Timur, lantaran TKP-nya
disana, Kleung sempat tidur selama 4 hari rumah Saladin. Si Kleung kemudian
diserahkan ke Kapolres Aceh Timur AKBP Hendri Budiman.
Ketika ditanya kenapa dirinya dipercaya sebagai
perantara, Saladin hanya tertawa. “Mungkin mereka telah mengetahui track record
saya,” kata mantan Kanit Satuan Keamanan Negara (Kamneg) Ditserse Polda Metro
itu.
Si Kleung kini berstatus tahanan kota Polres Aceh
Timur. Polisi setempat tengah melakukan pemberkasan kasusnya. Lelaki lajang ini
diduga terlibat dalam kasus penculikan Marcom Primrose, seorang warga
Scotlandia yang bekerja sebagai staf di PT Medco pada Juni 2013.
“Saya sebenarnya tidak tahu menahu soal penculikan
itu. Korban memang sempat diserahkan kepada saya, tapi sehari kemudian saya
lepaskan,” kata Si Kleung saat dikonfirmasi.
Setelah itu, Kleung mengaku langsung memisahkan diri
dari kelompok Raja Rimba sampai akhirnya turun gunung. “Saya menyerahkan diri atas kesadaran
sendiri. Tak ada paksaan dari siapapun,” ujarnya lagi. (27/1/2016)
Habadayli.com
TETAP PROSES HUKUM: T Saladin (kiri) bersama Nasrul
Sulaiman alias Si Kleung saat jumpa pers di Mapolda Aceh.
0 comments: