Teuku Saladin, Perwira Polisi yang Menjadi Negosiator dengan Kelompok Bersenjata di Aceh (2)

Din Minimi Cs, Antara Amnesti dan DPO Masalah Din Minimi alias Nurdin Ismail ibarat buah simalakama bagi Polda Aceh. Lewat Badan Intelijen Negara (BIN) kelompok bersenjata ini telah meminta amnesti (pengampunan) kepada pemerintah.

 Sebaliknya, bagi polisi di Aceh, mereka justru masih masuk DPO (daftar pencarian orang). RIZNAL FAISAL, Jakarta. Din Minimi dan 120 anak buahnya menyerahkan diri di sebuah desa di pedalaman Aceh Timur pada 29 Desember 2015 lalu. Sebanyak 15 pucuk senjata dan ratusan butir peluru diserahkan langsung kepada Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso. Sebelum menjemput kelompok ini, BIN dikabarkan sempat mengontak Polda Aceh dan Kodam Iskandar Muda. Kapolda Aceh Irjen Husein Hamidi kabarnya menolak ajakan BIN. Sang Kapolda beralasan, bila aparat kepolisian ikut, ini sama saja dengan melegitimasi kelompok tersebut. Padahal, selama ini Din Minimi cs termasuk satu dari tiga kelompok yang diburu polisi. Selain Din, ada kelompok Raja Rimba alias Bahrum bersama dua anak buahnya. Mereka dikabarkan dilengkapi dengan tiga pucuk senjata, dua laras panjang dan satu laras pendek. Lalu, ada kelompok Gambit alias Syukriadi. Dalam kacamata kepolisian Aceh, mereka termasuk kelompok sipil bersenjata. “Kalau saya ikut, saya harus menangkapnya,” kata Kapolda Aceh seperti dikutip Kabid Humas Polda Aceh Kombes Teuku Saladin SH, Rabu (27/1/2016).

Alhasil, saat penjemputan Din Minimi dan kelompoknya, tak seorang polisi pun terlihat disana. “Mereka telah melakukan berbagai aksi kriminal dan jadi DPO kita,” kata Saladin lagi. Din Minimi dan kelompoknya, dalam list polisi Aceh telah melakukan sedikitnya 14 aksi kriminal bersenjata dan sejumlah kasus “durk number” atau angka gelap. “Hasil pendalaman kita, Din Minimi terlibat hampir semua kasus dengan peran yang berbeda,” ujarnya. Kasus yang menghebohkan adalah peristiwa tewasnya 2 anggota Kodim Aceh Utara. Saladin menyebutkan, dari keterangan saksi dan tersangka Komeng, anggota kelompok Din Minimi yang tertangkap Maret 2015 lalu, dari olah TKP (tempat kejadian perkara) dan hasil rekonstruksi serta barang bukti yang ditemukan, Din diduga terlibat dalam peristiwa ini. Saladin menyebutkan, kedua korban ditembak mati dengan menggunakan senjata FN milik seorang korban. “DM (Din Minimi) merupakan pelaku utama,” kata mantan Kapolres Katingan, Kalimantan Tengah itu. Sebab itu, Polda Aceh telah menyiapkan jerat hukum untuk kelompok bersenjata tersebut. Yaitu, Undang-Undang Darurat Tahun 1951, tentang penculikan, pemerasan, penganiayaan, pembakaran dan pembunuhan.

Dan sejumlah pasal lainnya. Namun, polisi tetap mengapresiasi langkah yang diambil BIN yang telah membuat Din Minimi dan kawan-kawan meletakkan senjata. “Harapan kami, Presiden dapat masukan, informasi utuh tentang DM, sebelum memutuskan untuk memberikan amnesti,” kata pria kelahiran Punge, Banda Aceh, 10 Agustus 1963 tersebut. Polda Aceh juga berharap Din dan kelompoknya diberi ruang untuk tetap menjalani proses hukum. Setelah itu baru diberi amnesti atau abolisi. “Sebab, mereka bukan pemberontak dan bukan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Mereka para pelaku kriminal murni,” kata Saladin. “Atau kalau dia (Din) pintar, dia bisa minta izin sama Bang Yos (Kepala BIN Sutiyoso, red) untuk ke polisi menjalani proses hukum. Dia akan menjadi tokoh fenomenal dan dikenang. Bisa berkiprah di kancah politik. Sebaliknya, jika tidak, namanya akan tenggelam dalam sejarah,” ujarnya. Lantas dimana Din Minimi dan kelompoknya sekarang. Apa yang akan dilakukan Polda Aceh? “Kami tidak tahu dimana mereka. Kami (Polda Aceh) dalam posisi menunggu,” kata mantan Wakil Direktur Reskrimum Polda Aceh tersebut. Sebelumnya, Din telah membantah serangkaian tuduhan yang ditujukan kepada kelompoknya tersebut.

“Kalau ada rampok, saya disebut perampok. Kalau ada pembunuhan, dibilang saya pembunuh," ujar Din Minimi seperti dikutip situs Metro TV, Selasa (29/12/2015). "Saya serahkan senjata kepada pihak berwajib. Saya akan bersihkan diri. Saya akan buktikan siapa benar dan siapa yang salah," tegasnya. Sejak dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap dua prajurit TNI AD, Din dan kelompoknya menjadi target operasi Polri dan TNI AD. Bersama 100-an anggotanya, Din bersembunyi di belantara hutan Aceh Timur. Sesekali para mantan kombatan GAM ini keluar hutan untuk menemui orangtua dan sanak keluarga masing-masing. "Saya mau perlindungan untuk orang tua dan anak saya, untuk anggota-anggota saya. Anggota saya banyak sudah meninggal. Itu yang saya pikirkan," kata Din. Dia juga membantah ada iming-iming tertentu yang dijanjikan pemerintah agar bersedia menyerahkan diri. Dirinya hanya menghormati upaya pendekatan manusiawi yang pemerintah lakukan selama ini dan kesungguhan membangun Aceh. "Tidak ada yang membujuk kami, tapi memberi kami jalan terbaik," ujarnya. "Saya menghormati Kepala BIN yang mewakili Presiden RI. Saya terima kasih kepada pemerintah pusat yang peduli kepada Aceh," ujarnya. Din mengatakan, aksi yang mereka lakukan selama ini sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah Aceh yang dianggap tidak memperhatikan nasib eks kombatan GAM.

 Langkah negosiasi dengan kelompok Din Minimi ini dilakukan karena sesuai kebijakan pemerintah yang mengedepankan "pendekatan halus" (soft approach) dalam menghadapi kelompok separatis atau kelompok bersenjata. "Ini akan kita jadikan percontohan nanti untuk di Papua dan sebagainya," kata Kepala BIN Sutiyoso. Soal kompensasi apa yang akan diberikan kepada Din Minimi dkk, Sutiyoso mengatakan mereka akan diberikan amnesti, seperti kelompok lainnya. Sutiyoso mengatakan, pemberian pengampunan ini diberikan karena mereka bersedia menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik dan menyerahkan senjatanya. “Tapi, kasus Din Minimi akan tetap diselesaikan melalui proses hukum, tetapi nanti akan mendapat amnesti,” ujarnya.

"Pasti amnesti akan turun, dia akan bebas," kata Sutiyoso. "Karena (mereka) bukan mau memisahkan diri, mereka bukan separatis. Tapi, kecewa dengan elite GAM yang berkuasa," ungkap mantan Pangdam Jaya di masa pemerintahan Presiden Suharto ini. Ditanya apakah dirinya sudah melakukan koordinasi dengan pemerintah Aceh dalam proses negosiasi dengan Din Minimi, Sutiyoso mengatakan: "Pastilah". Dia mengharapkan agar tuntutan Din Minimi dkk, seperti pemberian rumah kepada anak yatim pimpinan eks GAM segera ditindaklanjuti oleh pemerintah Aceh.

(29/1/2016) FOTO/IST MENUNGGU AMNESTI: Sutiyoso (tengah) foto bareng dengan Din Minimi dan kelompoknya yang menyerahkan diri di Desa Ladang Baro, Kecamatan Julok, Aceh Timur (29/12/2015)
Categories:
Similar Videos

1 comment:

  1. Baccarat and Baccarat - FaBCasino
    Baccarat kadangpintar is a card game played with 5 players on two teams 바카라사이트 of two. Baccarat is played by two players, the player to 메리트 카지노 고객센터 the dealer's left. Baccarat is played

    ReplyDelete