Melihat Prosesi Interview Calon Pejabat ala Pemerintahan Irwandi


Sangat Rahasia dan Tak Boleh Kenal Penguji


Proses penjaringan calon pejabat di Aceh mulai memasuki tahap-tahap menentukan. Ada yang kelihatan shock, tapi banyak yang terlihat tenang. Bagaimana pendapat para kandidat dan penguji mengenai uji kelayakan ala pemerintah Aceh ini?

ANSARI HASYIM, Banda Aceh

SEJUMLAH pria berpakaian PNS tampak duduk menunggu di sebuah ruangan gedung Serba Guna Setda Aceh. Raut wajah mereka tampak rileks saat berbincang sesamanya. Padahal, beberapa dari mereka itu baru saja keluar dari sebuah kamar yang terletak di lantai tiga Kantor Gubernur Aceh. Kamar tempat para calon pejabat itu diuji.
Satu di antara kandidat yang baru keluar itu adalah Drs Anas M Adam MPd, Kepala Dinas Pendidikan Aceh. Dia tampak tersenyum sumringah ke arah beberapa wartawan yang siang itu tengah menunggu perkembangan terbaru soal tes calon pejabat eselon II yang dilaksanakan gedung Serba Guna Setda Aceh itu.
"Saya sangat berkesan dengan tes ini. Banyak hal baru saya dapat," kata Anas seraya meninggalkan ruangan.
Siang kemarin lelaki berkumis lebat itu menjadi satu di antara 241 calon pejabat Eselon II yang mengikuti interview (wawancara). Ada 10 orang penguji (assesor) yang ikut terlibat dalam tes tersebut.
Ruangan tempat wawancara berlangsung terlihat sangat tertutup. Hanya ada seorang peserta dan dua orang penguji di dalamnya. Kegiatan tanya jawab itu berlangsung 30 menit untuk setiap peserta. Masing-masing calon diuji oleh dua orang assesor yang merupakan kombinasi penguji asal Aceh dan luar Aceh.
"Sewaktu ditanya saya tidak gugup. Karena yang ditanya itu adalah hal-hal rutin yang selama ini sering saya lakukan," kata Anas menjelaskan perasaannya.
Ia mengakui sempat kaget dengan tes yang baru pertama kali diikutinya dan terkesan unik itu. Misalnya, antara calon dengan penguji sebelum tidak pernah saling mengenal satu sama lain. Mereka bertemu hanya dalam ruangan ketika tes akan dilakukan.
Caranya pun benar-benar jitu dan sangat rahasia. Sebelum memasuki ruangan, calon yang akan dites, lebih dulu diundi. Sehingga tidak satu pun calon yang mengetahui siapa penguji yang akan dihadapi dan juga sebaliknya si calon tidak tahu siapa yang mengujinya.
"Saya kira cara seperti ini sangat bagus dan terus terang saya sempat merasa sedikit gugup karena saat itu saya belum tahu siapa yang mengetes saya," kata Anas yang mengantongi nomor urut 025.
Bagi sebagian calon peserta lain, ikut menjadi salah satu peserat dalam tes calon pejabat eselon II ini memberi arti tersendiri bagi buat mereka. Setidaknya ini pula yang diakui Dr Anshar Patria. Lelaki jebolan doktor dari Universiti de Nantes, Prancis, itu punya cita-cita besar ingin membangun Aceh ke depan.
"Selama ini kita hanya berkutat di kampus dengan banyak teori-teori yang kita pelajari. Tapi, sangat sedikit yang bisa kita praktekan di lapangan," kata alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Keikutsertaanya dalam tes tersebut ternyata juga mendapat dorongan kuat dari pihak keluarga. "Bukan hanya istri, tapi juga anak-anak dan beberapa teman ikut mendukung saya," jelasnya.
Anshar mengaku tidak ada hal yang baru dalam tes wawancara kemarin yang ia jalani. Sebab, semua pertanyaan yang diajukan oleh penguji masih berkisar pada hal-hal yang rutin dan memang sudah akrab dalam kesehariannya sebagai akademisi kampus.
Tapi, dia mengaku salut dengan metode perekrutan dan tools yang digunakan dalam tes tersebut. "Ini sesuatu yang baru bagi saya. Tim penguji juga sangat akomodatif," kata lelaki itu.
Seorang peserta lainnya, Drs Anwar Muhammad mengatakan, tidak begitu sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para penguji. "Ada beberapa pertanyaan yang diuji. Saya tidak hitung. Cuma kalau ada topik yang lebih luas, maka pertanyaannya bisa lebih sepuluh," kata lulusan dari Curtin University of Wastern Australia itu.
Saat menjelaskan pengalamannya, Anwar terlihat santai dan sesekali tersenyum sumringah. Padahal saat itu lelaki yang menjabat sebagai Wakil Kepala Dinas Pendidikan ini baru saja keluar dari ruangan wawancara.
"Secara psikologis saya tidak merasa tertekan. Bahkan apa yang ditanya itu justru hal-hal yang rutin kita laksanakan dalam tugas," kata Anwar yang berobsesi akan melanjutkan program pendidikan yang selama ini sudah berjalan bila lolos tes nanti.
Lantas bagaimanakah pendapat tim penguji yang ikut terlibat dalam melakukan penilaian terhadap peserta? Bagi Dr Erna Widodo keterlibatan dalam tes calon pejabat eselon II di Aceh tersebut adalah pengalaman pertamanya.
"Kalau untuk tes seperti ini untuk kalangan PNS ini yang pertama kali buat saya," ujar master di bidang SDM Universitas Negeri Jakarta itu.
Erna merasa kagum sekaligus salut dengan cara berpikir Gubernur Irwandi Yusuf yang melakukan penjaringan calon pejabat tersebut dengan melibatkan tim assesor. Sebab, kata Erna, biasanya cara-cara seperti itu kebanyakan dilakukan oleh perusahaan swasta dalam merekrut calon karyawan di perusahaan yang bersangkutan.
Dia mengakui, standar tes yang dilakukan tersebut sudah sangat teruji yang merupakan tools yang digunakan berasal dari lembaga PBB, UNDP. "Kita salut dengan cara Pak gGbernur berpikir," ujarnya.
Meskipun baru pertama kali menguji calon pejabat di Aceh, namun jam terbang Direktur Lembaga Pengkajian dan Training Cakra Keusuma ini sudah tidak terhitung lagi. Lembaga yang dia pimpin yang juga merupakan lembaga Assesment Center telah banyak melakukan tes para calon karyawan di sejumlah perusahaan swasta di Jakarta.
Erna meyakini bila memang tes ini berjalan baik, maka pemerintah Aceh akan mendapatkan calon-calon pejabat yang memiliki integritas baik dan pantas untuk menduduki posisi yang dipilihnya. "Dalam hal ini tugas kita hanya untuk menilai dengan angka-angka. Tapi, tidak untuk menentukan siapa yang lulus atau yang tidak," jelasnya.
Dia sendiri merupakan salah satu anggota tim penguji yang dikirim oleh Sekolah Tinggi Ilmu Politik dan Pemerintah Abdi Negara (STIBAN) Jakarta. Selama berhadapan dengan calon peserta Erna ternyata memilik kesan tersendiri.
"Secara umum semua mereka ini bagus-bagus. Baik dari segi tulisan maupun saat memaparkan visi dan misi mereka ketika menjabat nanti. Kalau menjadi pemimpin itu memang harus dites multivariable," jelasnya.
Pengalaman Erna ternyata berbeda dengan apa yang dialami,  Dr Elit Merthayasa PhD. Lelaki jebolan Berkeley International University, Los Angles, USA itu mengatakan, ada beberapa peserta yang kelihatan sedikit shock saat berhadapan tim asessor ketika wawancara berlangsung.
"Ya memang karena prosesnya melalui acak, tadi ada beberapa calon yang kelihatan shock. Tapi ini tidak mempengaruhi mereka dalam menjawab setiap pertanyaan yang kita ajukan," jelasnya.
Menurut Alit, ada beberapa hal yang menjadi fokus tim assesor dalam melihat karakter dan pola pikir calon. Terutama dalam hal kemampuan mereka menjelaskan apa yang menjadi program kerja yang akan mereka jalan saat menjabat nanti.
Selain itu, pada calon peserta juga dilihat apakah ada muatan conflit of interest atau memiliki sebuah pemahaman team work. "Sebab jabatan yang mereka duduki adalah jabatan publik dan akan menjadi partner gubernur," tukasnya.
Dari perjalanan tes yang dilakukan tersebut, ada satu hal yang unik. Yaitu antara assesor dengan peserta tidak boleh ada yang saling mengenal di dalam ruangan kendati mereka diundi.
Bila setelah diundi ternyata ada salah seorang assesor mengenal calon maka, assesor yang bersangkutan akan berpindah posisi ke ruangan lain. Ini dilakukan agar tes benar-benar berjalan objektif di lapangan.
"Ada beberapa kejadian seperti ini. Dan assesor yang bersangkutan melaporkan kepada panitia dan secara otomatis akan diganti dengan asessor yang lain," jelas Juru Bicara Panitia Seleksi, Ahmadi Meuraxa.
Kejadian tersebut, kata dia sangat berpeluang terjadi. Sebab, ada asessor yang merupakan guru/dosen bagi peserta saat menempuh studi di perguruan tinggi.
Atau juga sebaliknya. Untuk itu, kata Ahmadi, tim assesor dibentuk dua orang, satu dari Aceh, satu lainnya dari luar Aceh untuk mengantisipasi hal tersebut terjadi saat tes berlangsung.
Ahmadi menyebutkan, untuk Sabtu mendatang para peserta akan menjalani reasoning test. Tes ini dinilai ujian paing berat bagi para peserta karena menyangkut dengan tes EQ dan kemampuan menerjemahkan soal-soal dalam bahasa Inggris. Soal nya pun tidak tanggung-tanggung. Pemerintah Aceh memesannya dari University of Manchester, Inggris. (17/1/2008)
Categories:
Similar Videos

0 comments: